Rasulullah saw bersabda:'tiada hijrah selepas pembukaan kota mekah,tetapi yang kekal wujud hanyalah jihad dan niat.Apabila kamu diseru berjihad hendaklah kamu menyahutnya.'(riwayat al Bukhari no 2575,muslim no 2412)
Imam nawawi menjelaskn makna hadis ini dgn menyatakan bahawa umat islam masih berpeluang mendpat pahala seumpama berhijrah dengan menunaikn kewajipan berjihad.Roh jihad drp baiah Al aqabah inilah yg mesti dijadikn sumber insprasi dlm membuat penghijrahan dlm dr sendr,keluarga dan masyarakat.
Antara kandungan perjanjian aqabah:
'Berbaiahlah (berjanjilah) kalian semua untuk sentiasa:
1)taat kepadaku dlm keadaan rajin ataupn malas
2)mengeluarkan belanja (demi islam)dlm keadaan susah @senang
3)Melaksanakn amal maaruf dan nahi mungkar
4)tegak mempertahankn agama Allah dan tidak mempedulikan celaan org yg mencela
5)Menjaga dan mempertahankan ku sebagaimana kamu mempertahankan diri kamu sendiri,para isteri dan ank2mu.
"bagi kamu syurga"(Imam al hakim dan ibnu hibban).
p/s diambil dr majalah solusi.senang dtaip tp susah untuk diamalkn.sm2 kita belajar untuk mempraktikkan kenyataan ini terutama diri yg menulis.waalahua'lam bissawab
SKETSA KEHIDUPAN
Sunday, January 2, 2011
Sunday, October 24, 2010
Thursday, September 30, 2010
7M Agar Anak Selalu Hidup Bersama al-Quran
01.Mengenalkan
Saat yang paling tepat mengenalkan al-Quran adalah ketika anak sudah mulai tertarik dengan buku. Sayang, banyak orang tua yang lebih suka menyimpan al-Quran di rak almari paling atas.
Sesekali perlihatkanlah al-Quran kepada anak sebelum mereka mengenal buku-buku lain, apalagi buku dengan gambar-gambar yang lebih menarik.
Mengenalkan al-Quran juga boleh dilakukan dengan mengenalkan terlebih dulu huruf-huruf hijaiyah; bukan mengajarinya membaca, tetapi sekadar memperlihatkannya sebelum anak mengenal A, B, C, D.
Tempelkan gambar-gambar tersebut di tempat yang sering dilihat anak; lengkapi dengan gambar dan warna yang menarik.
Dengan sering melihat, anak akan terpancing untuk bertanya lebih lanjut.
Saat itulah kita boleh memperkenalkan huruf-huruf al-Quran.
02.Memperdengarkan
Memperdengarkan ayat-ayat al-Quran boleh dilakukan secara langsung atau dengan memainkan kaset atau CD.
Kalau ada teori yang mengatakan bahwa mendengarkan muzik klasik pada janin dalam kandungan akan meningkatkan kecerdasan, insyaAllah memperdengarkan al-Quran akan jauh lebih baik pengaruhnya bagi bayi.
Apalagi jika ibunya yang membacanya sendiri. Ketika membaca al-Quran, suasana hati dan fikiran ibu akan menjadi lebih khusyuk dan tenang.
Kondisi seperti ini akan sangat membantu perkembangan psikologi janin yang ada dalam kandungan.
Ini kerana, secara teori kondisi psikologi ibu tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan bayi, khususnya perkembangan psikologinya.
Kondisi tertekan pada ibu tentu akan berpengaruh buruk pada kandungannya. Memperdengarkan al-Quran boleh dilakukan bila-bila sahaja dan di mana sahaja; juga tidak mengenal batas usia anak.
Untuk anak-anak yang belum boleh berbicara, insyaAllah lantunan ayat al-Quran itu akan terakam dalam memorinya.
Jangan pelik kalau tiba-tiba si kecil lancar melafazkan surah al-Fatihah, misalnya, begitu dia boleh berbicara.
Untuk anak yang lebih besar, memperdengarkan ayat-ayat al-Quran (surah-surah pendek) kepadanya terbukti memudahkan si anak menghafalkannya.
03.Menghafalkan
Menghafalkan al-Quran boleh dimulai sejak anak lancar berbicara.
Mulailah dengan surah atau ayat yang pendek atau potongan ayat (misalnya fastabiq al-khayrât, hudan li an-nâs, birr al-walidayn, dan sebagainya).
Menghafal boleh dilakukan dengan cara seringkali membacakan ayat-ayat tersebut kepada anak. Jadi latihlah anak untuk menirunya.
Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai anak hafal di luar kepala. Masa kanak-kanak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa.
orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak.
Supaya anak lebih mudah mengingat, ayat yang sedang dihafal anak boleh juga sering dibaca ketika ayah menjadi imam atau ketika naik kereta dalam perjalanan.
Disamping anak tidak mudah lupa, hal itu juga sebagai usaha membiasakan diri untuk mengisi kesibukan dengan amalan yang bermanfaat.
Nabi SAW bersabda: Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya hafalan al-Quran itu lebih cepat lepasnya daripada seekor unta pada tambatannya. - HR al-Bukhari dan Muslim
04.Membaca
Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka dia akan mendapat satu kebaikan. Satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat.
Aku tidak mengatakan bahawa alif-lam-mim adalah satu huruf. Akan tetapi, alif adalah satu huruf, lam satu huruf, dan mim juga satu huruf. (HR at-Tirmidzi).
Sungguh luar biasa pahala dan kebaikan yang dijanjikan kepada siapa saja yang biasa membaca al-Quran.
Bimbing dan doronglah anak agar terbiasa membaca al-Quran setiap hari walau cuma beberapa ayat.
orang tua penting memberikan contoh.
Jadikanlah membaca al-Quran, terutamanya pada pagi hari usai solat subuh atau usai solat maghrib, sebagai kegiatan rutin dalam keluarga.
Ajaklah anak-anak yang belum boleh membaca untuk bersama-sama mendengar abang-kakaknya yang sedang membaca al-Quran.
orang tua mempunyai kewajipan untuk mengajarkan kaedah-kaedah dan adab membaca al-Quran.
Untuk boleh membaca al-Quran, termasuk mengetahui kaedah-kaedahnya, sekarang ini tidaklah sulit.
Telah banyak metode yang ditawarkan untuk boleh mudah dan cepat membaca.
Ada metode Iqra, Qiroati dan sebagainya.
Metode-metode itu telah terbukti memudahkan ribuan anak-anak bahkan orang tua untuk mahir membaca al-Quran.
Alangkah baiknya membaca al-Quran ini dilakukan secara bersama-sama oleh anak-anak di bawah bimbingan orang tua.
Ketika seorang anak membaca, yang lain menyemaknya.
Jika anak salah membaca, yang lain boleh membetulkan.
Dengan cara itu, rumah akan selalu dipenuhi dengan bacaan al-Quran sehingga berkat.
05.Menulis
Belajar menulis akan mempermudah anak dalam belajar membaca al-Quran. Ajarkan kepada anak kata-kata tertentu yang mempunyai makna.
Dengan begitu, selain anak boleh menulis, sekaligus anak belajar bahasa Arab.
Mulailah dengan kata-kata pendek.
Misalnya, untuk mengenalkan tiga kata alif, ba, dan dal anak diminta menulis a, ba da (tolong tuliskan Arabnya, ya: a-ba-da) ertinya diam; ba-da-a (yang ini juga) ertinya mulai; dan sebagainya.
Sesekali di rumah, cuba adakan lumba menulis ayat al-Quran.
Berilah hadiah untuk anak yang paling kemas menulis. Jika anak memiliki kemampuan yang lebih dalam menulis huruf al-Quran, mereka boleh diajari lebih lanjut dengan mempelajari seni kaligrafi.
Rangkaian huruf menjadi sukukata yang mengandungi erti bertujuan untuk melatih anak dalam memperkaya kosakata, di samping memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertanya tentang setiap kata yang diucapkan serta mengembangkan cita rasa seni mereka.
Jadi, tidak hanya bertujuan mengenalkan huruf al-Quran semata-mata.
06.Mengkaji
Ajaklah anak mula mempelajari isi al-Quran. Ayah boleh memimpinnya setelah solat maghrib atau subuh.
Paling tidak, seminggu sekali pelajaran sekeluarga ini dilakukan.
Tajuk yang diketengahkan boleh jadi tajuk-tajuk yang ingin disampaikan berkaitan dengan perkembangan perilaku anak selama satu minggu atau beberapa hari.
Kajian bersama, dengan merujuk pada satu atau dua ayat al-Quran ini, sekaligus dapat menjadi sarana tawsiyah untuk seluruh anggota keluarga.
Pada waktu yang sama, tajuk yang akan dikaji boleh diserahkan kepada anak-anak.
Adakalanya anak diminta untuk memimpin kajian.
orang tua boleh memberi arahan atau pembetulan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Cara ini sekaligus untuk melatih keberanian anak menyampaikan isi al-Quran.
07.Mengamalkan dan memperjuangkan
Al-Quran tentu bukan hanya untuk dibaca, dihafal dan dikaji.
Justeru yang paling penting adalah diamalkan seluruh isinya dan diperjuangkan agar benar-benar dapat menyinari kehidupan manusia.
Sampaikan kepada anak tentang kewajiban mengamalkan serta memperjuangkan al-Quran dan pahala yang akan diraihnya. InsyaAllah, hal ini akan memotivasikan anak.
Kepada anak juga boleh diceritakan tentang bagaimana para Sahabat dulu yang sangat teguh berpegang pada al-Quran; ceritakan pula bagaimana mereka bersama Rasulullah sepanjang hidupnya berjuang agar al-Quran tegak dalam kehidupan.
Saat yang paling tepat mengenalkan al-Quran adalah ketika anak sudah mulai tertarik dengan buku. Sayang, banyak orang tua yang lebih suka menyimpan al-Quran di rak almari paling atas.
Sesekali perlihatkanlah al-Quran kepada anak sebelum mereka mengenal buku-buku lain, apalagi buku dengan gambar-gambar yang lebih menarik.
Mengenalkan al-Quran juga boleh dilakukan dengan mengenalkan terlebih dulu huruf-huruf hijaiyah; bukan mengajarinya membaca, tetapi sekadar memperlihatkannya sebelum anak mengenal A, B, C, D.
Tempelkan gambar-gambar tersebut di tempat yang sering dilihat anak; lengkapi dengan gambar dan warna yang menarik.
Dengan sering melihat, anak akan terpancing untuk bertanya lebih lanjut.
Saat itulah kita boleh memperkenalkan huruf-huruf al-Quran.
02.Memperdengarkan
Memperdengarkan ayat-ayat al-Quran boleh dilakukan secara langsung atau dengan memainkan kaset atau CD.
Kalau ada teori yang mengatakan bahwa mendengarkan muzik klasik pada janin dalam kandungan akan meningkatkan kecerdasan, insyaAllah memperdengarkan al-Quran akan jauh lebih baik pengaruhnya bagi bayi.
Apalagi jika ibunya yang membacanya sendiri. Ketika membaca al-Quran, suasana hati dan fikiran ibu akan menjadi lebih khusyuk dan tenang.
Kondisi seperti ini akan sangat membantu perkembangan psikologi janin yang ada dalam kandungan.
Ini kerana, secara teori kondisi psikologi ibu tentu akan sangat berpengaruh pada perkembangan bayi, khususnya perkembangan psikologinya.
Kondisi tertekan pada ibu tentu akan berpengaruh buruk pada kandungannya. Memperdengarkan al-Quran boleh dilakukan bila-bila sahaja dan di mana sahaja; juga tidak mengenal batas usia anak.
Untuk anak-anak yang belum boleh berbicara, insyaAllah lantunan ayat al-Quran itu akan terakam dalam memorinya.
Jangan pelik kalau tiba-tiba si kecil lancar melafazkan surah al-Fatihah, misalnya, begitu dia boleh berbicara.
Untuk anak yang lebih besar, memperdengarkan ayat-ayat al-Quran (surah-surah pendek) kepadanya terbukti memudahkan si anak menghafalkannya.
03.Menghafalkan
Menghafalkan al-Quran boleh dimulai sejak anak lancar berbicara.
Mulailah dengan surah atau ayat yang pendek atau potongan ayat (misalnya fastabiq al-khayrât, hudan li an-nâs, birr al-walidayn, dan sebagainya).
Menghafal boleh dilakukan dengan cara seringkali membacakan ayat-ayat tersebut kepada anak. Jadi latihlah anak untuk menirunya.
Hal ini dilakukan berulang-ulang sampai anak hafal di luar kepala. Masa kanak-kanak adalah masa meniru dan memiliki daya ingat yang luar biasa.
orang tua harus menggunakan kesempatan ini dengan baik jika tidak ingin menyesal kehilangan masa emas (golden age) pada anak.
Supaya anak lebih mudah mengingat, ayat yang sedang dihafal anak boleh juga sering dibaca ketika ayah menjadi imam atau ketika naik kereta dalam perjalanan.
Disamping anak tidak mudah lupa, hal itu juga sebagai usaha membiasakan diri untuk mengisi kesibukan dengan amalan yang bermanfaat.
Nabi SAW bersabda: Demi Zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, sesungguhnya hafalan al-Quran itu lebih cepat lepasnya daripada seekor unta pada tambatannya. - HR al-Bukhari dan Muslim
04.Membaca
Siapa saja yang membaca satu huruf dari Kitab Allah maka dia akan mendapat satu kebaikan. Satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat.
Aku tidak mengatakan bahawa alif-lam-mim adalah satu huruf. Akan tetapi, alif adalah satu huruf, lam satu huruf, dan mim juga satu huruf. (HR at-Tirmidzi).
Sungguh luar biasa pahala dan kebaikan yang dijanjikan kepada siapa saja yang biasa membaca al-Quran.
Bimbing dan doronglah anak agar terbiasa membaca al-Quran setiap hari walau cuma beberapa ayat.
orang tua penting memberikan contoh.
Jadikanlah membaca al-Quran, terutamanya pada pagi hari usai solat subuh atau usai solat maghrib, sebagai kegiatan rutin dalam keluarga.
Ajaklah anak-anak yang belum boleh membaca untuk bersama-sama mendengar abang-kakaknya yang sedang membaca al-Quran.
orang tua mempunyai kewajipan untuk mengajarkan kaedah-kaedah dan adab membaca al-Quran.
Untuk boleh membaca al-Quran, termasuk mengetahui kaedah-kaedahnya, sekarang ini tidaklah sulit.
Telah banyak metode yang ditawarkan untuk boleh mudah dan cepat membaca.
Ada metode Iqra, Qiroati dan sebagainya.
Metode-metode itu telah terbukti memudahkan ribuan anak-anak bahkan orang tua untuk mahir membaca al-Quran.
Alangkah baiknya membaca al-Quran ini dilakukan secara bersama-sama oleh anak-anak di bawah bimbingan orang tua.
Ketika seorang anak membaca, yang lain menyemaknya.
Jika anak salah membaca, yang lain boleh membetulkan.
Dengan cara itu, rumah akan selalu dipenuhi dengan bacaan al-Quran sehingga berkat.
05.Menulis
Belajar menulis akan mempermudah anak dalam belajar membaca al-Quran. Ajarkan kepada anak kata-kata tertentu yang mempunyai makna.
Dengan begitu, selain anak boleh menulis, sekaligus anak belajar bahasa Arab.
Mulailah dengan kata-kata pendek.
Misalnya, untuk mengenalkan tiga kata alif, ba, dan dal anak diminta menulis a, ba da (tolong tuliskan Arabnya, ya: a-ba-da) ertinya diam; ba-da-a (yang ini juga) ertinya mulai; dan sebagainya.
Sesekali di rumah, cuba adakan lumba menulis ayat al-Quran.
Berilah hadiah untuk anak yang paling kemas menulis. Jika anak memiliki kemampuan yang lebih dalam menulis huruf al-Quran, mereka boleh diajari lebih lanjut dengan mempelajari seni kaligrafi.
Rangkaian huruf menjadi sukukata yang mengandungi erti bertujuan untuk melatih anak dalam memperkaya kosakata, di samping memberikan kesempatan bagi mereka untuk bertanya tentang setiap kata yang diucapkan serta mengembangkan cita rasa seni mereka.
Jadi, tidak hanya bertujuan mengenalkan huruf al-Quran semata-mata.
06.Mengkaji
Ajaklah anak mula mempelajari isi al-Quran. Ayah boleh memimpinnya setelah solat maghrib atau subuh.
Paling tidak, seminggu sekali pelajaran sekeluarga ini dilakukan.
Tajuk yang diketengahkan boleh jadi tajuk-tajuk yang ingin disampaikan berkaitan dengan perkembangan perilaku anak selama satu minggu atau beberapa hari.
Kajian bersama, dengan merujuk pada satu atau dua ayat al-Quran ini, sekaligus dapat menjadi sarana tawsiyah untuk seluruh anggota keluarga.
Pada waktu yang sama, tajuk yang akan dikaji boleh diserahkan kepada anak-anak.
Adakalanya anak diminta untuk memimpin kajian.
orang tua boleh memberi arahan atau pembetulan jika ada hal-hal yang kurang tepat.
Cara ini sekaligus untuk melatih keberanian anak menyampaikan isi al-Quran.
07.Mengamalkan dan memperjuangkan
Al-Quran tentu bukan hanya untuk dibaca, dihafal dan dikaji.
Justeru yang paling penting adalah diamalkan seluruh isinya dan diperjuangkan agar benar-benar dapat menyinari kehidupan manusia.
Sampaikan kepada anak tentang kewajiban mengamalkan serta memperjuangkan al-Quran dan pahala yang akan diraihnya. InsyaAllah, hal ini akan memotivasikan anak.
Kepada anak juga boleh diceritakan tentang bagaimana para Sahabat dulu yang sangat teguh berpegang pada al-Quran; ceritakan pula bagaimana mereka bersama Rasulullah sepanjang hidupnya berjuang agar al-Quran tegak dalam kehidupan.
Thursday, September 23, 2010
Mengapa Lelaki Kahwin Lambat?
Bukan sedikit lelaki yang kahwin lambat hari ini. Agaknya mengapa?
Saya ingin berikan suatu contoh.
Katakanlah anda adalah seorang lelaki berumur 23 tahun yang baru tamat pengajian dan bekerja sebagai seorang pegawai. Gaji bulanan adalah RM 2000 dan anda tidak mempunyai simpanan di dalam bank.
Setiap bulan, katakanlah perbelanjaan makanan, pengangkutan, bil-bil, sewa rumah dan perbelanjaan lain adalah RM 1200. Kemudian, sebagai anak yang baik, anda mengirimkan wang ke kampung sebanyak RM 300. Maka baki bulanan adalah RM 500. Berbekalkan disiplin dalam menyimpan duit untuk masa depan, mungkin anda dapat menyimpan duit sebanyak RM 5000 setahun.
Setahun berlalu, anda berumur 24 tahun. Dengan izin Allah, anda berkenalan dengan seorang gadis impian. Masing-masing telah merancang untuk berkahwin dalam masa setahun atau dua tahun lagi. Maka, anda berazam untuk menyediakan kemudahan asas seperti rumah dan kereta sebelum berkahwin. Anda pun bekerja keras dan mendapat kenaikan gaji sebanyak 10%.
Dibesarkan dengan famili yang sungguh baik, anda menjadi seorang yang 'gentlemen'. Semua perbelanjaan untuk 'dating', hadiah, bunga dan seumpamanya sudah pun disediakan awal-awal. 10% telah pun diperuntukkan untuk si dia.
Seperti tahun sebelumnya, setelah bersusah payah makan mee segera untuk berjimat, anda berjaya mengekalkan RM 5000 sebagai simpanan tahunan. Malah, syarikat pula memberikan bonus sebanyak 2 bulan pada tahun tersebut. Maka bertambah lagi RM 4000 dalam simpanan. Kini anda memiliki RM 14,000 dalam simpanan bank.
Sudah tiba masanya untuk membeli kereta. Maka anda membayar RM8000 sebagai bayaran permulaan untuk kereta baru yang berharga RM 40,000. Kini simpanan bersih anda hanya tinggal RM 6000.
Tahun berikutnya, ketika berumur 25 tahun, anda perlu membayar pinjaman kereta setiap bulan. Hal ini bermakna, simpanan bulanan hanya tinggal RM 400 sebulan. Bonus pula tidak diberi oleh syarikat kerana prestasi syarikat kurang baik pada tahun itu. Maka, jumlah simpanan semasa hujung tahun adalah RM 11,000 sahaja.
Bertunang
Akhirnya anda membuat keputusan untuk bertunang dengan gadis impian. Dia gembira dan bersetuju. Maka, RM 1500 dibelanjakan untuk cincin emas dan hantaran. Simpanan kini hanya tinggal RM 9500.
Tahun seterusnya, anda berumur 26 tahun. Alhamdulillah, anda diberi kenaikan pangkat. Gaji anda sekarang RM3000.
"Ini berita baik! Aku nak menamatkan zaman bujang tahun ni!" Anda bersorak girang.
Pada suatu hari, anda mengambil cuti separuh hari untuk berbincang dengan tunang.
Anda : "Berape eh hantaran kahwin kita?"
Tunang : "Berapa-berapa yang you sanggup."
Anda : "RM 5000, okay?"
Tunang : "I okay je. Tapi my mom tu. Dia kata grad oversea macam I ni mane boleh letak rendah-rendah. Paling kurang RM10,000 tau!"
Sikit lagi anda nak pengsan mendengar jawapan bakal isteri anda.
"Mana aku nak dapat duit lebih?"
Kerja Lebih Kuat
Oleh kerana anda terlalu sayangkan dia, anda bekerja dengan lebih kuat sehingga dianugerahkan pekerja cemerlang. Malah, anda menambahkan pendapatan melalui perniagaan jualan langsung secara kecil-kecilan. Akhirnya dapat la anda simpan RM20,000 pada tahun tersebut.
Suatu pencapaian yang amat membanggakan!
Sekarang umur anda sudah 27 tahun. Duit hantaran dah cukup. Tetapi, mak pula cakap pesan :
"Anak mak nak kawin ni mesti la buat grand-grand. Kita sewa khemah besar-besar, jemput penyanyi ke artis ke sorang dua datang buat persembahan. Lauk pauk kita guna katering je la ya? RM 10 je sekepala. Baju kawin ko, kita sewa yg cantik-cantik dan mahal-mahal sikit. Kita jemput dalam 1000 orang. Set!"
Pengiraan pantas dijalankan :
1000 orang x RM 10 = RM10,000.
Penyanyi, khemah, kad kahwin dan baju = RM 5000.
"Alamak, dah RM 15,000! Belum cincin kahwin lagi! Adoi!" Getus hati anda.
Anda 'slow talk' dengan mak anda :
"Mak, nak buat apa membazir duit ni?"
"Apa pulak membazirnya? Kau kawin sekali je seumur hidup. Biarlah buat betul-betul."
"Tapi mak..?"
"Dahlah, kau jangan nak buat malu mak. Cik Tipah jiran kita tu buat kenduri kat hotel siap Dato', Datin, Tan Sri, Puan Sri datang. Mana la mak nak letak muka mak kalau kita buat kenduri kecik-kecik?"
Akhirnya..
Setelah bersusah payah, akhirnya anda berkahwin juga. Fuh! Seronok dan bersyukur habis.
Tetapi, apakan daya, jodoh kamu berdua tidak panjang. Anda berhutang keliling pinggang dan kadar 'interest' makin tinggi. Anda dah tak mampu nak bayar. Isteri kesayangan dah letih kalau anda asyik nak minta duit. Dia tuduh anda tak bertanggungjawap, tak reti bagi nafkah dan macam-macam lagi.
Akhirnya? Bercerai..
Masalah yang membuahkan masalah. Kadang-kadang kita pelik kenapa perkahwinan sentiasa gagal di negara kita.
Contoh yang saya huraikan di atas adalah salah satu contoh kasar yang boleh dilihat, kenapa orang kita kahwin lambat atau susah nak kahwin.
Punca masalah :
Pada pandangan saya, budaya kita yang tak kena tempat. Banyak perkara dalam budaya kita yang tidak masuk akal dan kadangkala meyusahkan diri sendiri. Budaya yang berakar umbi ini menyebabkan ramai orang takut nak berkahwin, dengan alasan mereka tidak mampu walaupun secara fizikal dan mentalnya mereka sebenarnya mampu.
Sedikit pemerhatian dan penyelidikan yang saya lakukan :
(1) Perkahwinan perlu dilakukan secara bersederhana.
Motif kahwin kan nak menjamu saudara-mara dan rakan-rakan? Jadi, makanan sahaja lah yang perlu diambil kira. Tak perlu nak membzair duit untuk perkara lain seperti pelamin. Biasanya, pelamin yang biasa sahaja pun dah berharga RM 1500. Itu baru pelamin. Belum lagi hiasan ini dan hiasan itu.
(2) "Harga" seseorang wanita diukur dari tahap pendidikan beliau dan bukan diukur dari pengetahuan agama seperti yang di sarankan oleh Islam.
Apabila wang hantaran diletakkan terlalu tinggi, perkahwinan terpaksa dibatalkan atau ditangguhkan. Sedangkan akad nikah itu lebih penting dari wang hantaran.
(3) Perkahwinan sepatutnya adalah perkara yang paling mudah dan cepat, tetapi kini ia telah menjadi beban.
Zaman kini, perkahwinan sangat rumit dan rata-ratanya takut untuk berkahwin. Semasa saya di Sydney, saya lihat beberapa rakan muslim kita yang berkahwin hanya di masjid. Kemudian ada kenduri kecil yang dijalankan di masjid. Para jemputan terdiri dari jemmah masjid, kawan-kawan dan saudara terdekat.
Perkara yang perlu difokuskan adalah kehidupan selepas berkahwin, bukannya majlis perkahwinan.
Majlis itu hanyalah pintu ke gerbang perkahwinan. Namun hakikatnya kini seolah-olah kita menghiasi pintu rumah kita cantik bagai nak rak, tetapi di dalam rumah, kosong, gelap dan tidak menarik?
...and the pressure is on men...
Artikel di atas telah diolah dengan kebenaran oleh penulis asal : Nina Nurziana. Artikel asal boleh dilihat melalui link berikut : NinaNurziana
Saya ingin berikan suatu contoh.
Katakanlah anda adalah seorang lelaki berumur 23 tahun yang baru tamat pengajian dan bekerja sebagai seorang pegawai. Gaji bulanan adalah RM 2000 dan anda tidak mempunyai simpanan di dalam bank.
Setiap bulan, katakanlah perbelanjaan makanan, pengangkutan, bil-bil, sewa rumah dan perbelanjaan lain adalah RM 1200. Kemudian, sebagai anak yang baik, anda mengirimkan wang ke kampung sebanyak RM 300. Maka baki bulanan adalah RM 500. Berbekalkan disiplin dalam menyimpan duit untuk masa depan, mungkin anda dapat menyimpan duit sebanyak RM 5000 setahun.
Setahun berlalu, anda berumur 24 tahun. Dengan izin Allah, anda berkenalan dengan seorang gadis impian. Masing-masing telah merancang untuk berkahwin dalam masa setahun atau dua tahun lagi. Maka, anda berazam untuk menyediakan kemudahan asas seperti rumah dan kereta sebelum berkahwin. Anda pun bekerja keras dan mendapat kenaikan gaji sebanyak 10%.
Dibesarkan dengan famili yang sungguh baik, anda menjadi seorang yang 'gentlemen'. Semua perbelanjaan untuk 'dating', hadiah, bunga dan seumpamanya sudah pun disediakan awal-awal. 10% telah pun diperuntukkan untuk si dia.
Seperti tahun sebelumnya, setelah bersusah payah makan mee segera untuk berjimat, anda berjaya mengekalkan RM 5000 sebagai simpanan tahunan. Malah, syarikat pula memberikan bonus sebanyak 2 bulan pada tahun tersebut. Maka bertambah lagi RM 4000 dalam simpanan. Kini anda memiliki RM 14,000 dalam simpanan bank.
Sudah tiba masanya untuk membeli kereta. Maka anda membayar RM8000 sebagai bayaran permulaan untuk kereta baru yang berharga RM 40,000. Kini simpanan bersih anda hanya tinggal RM 6000.
Tahun berikutnya, ketika berumur 25 tahun, anda perlu membayar pinjaman kereta setiap bulan. Hal ini bermakna, simpanan bulanan hanya tinggal RM 400 sebulan. Bonus pula tidak diberi oleh syarikat kerana prestasi syarikat kurang baik pada tahun itu. Maka, jumlah simpanan semasa hujung tahun adalah RM 11,000 sahaja.
Bertunang
Akhirnya anda membuat keputusan untuk bertunang dengan gadis impian. Dia gembira dan bersetuju. Maka, RM 1500 dibelanjakan untuk cincin emas dan hantaran. Simpanan kini hanya tinggal RM 9500.
Tahun seterusnya, anda berumur 26 tahun. Alhamdulillah, anda diberi kenaikan pangkat. Gaji anda sekarang RM3000.
"Ini berita baik! Aku nak menamatkan zaman bujang tahun ni!" Anda bersorak girang.
Pada suatu hari, anda mengambil cuti separuh hari untuk berbincang dengan tunang.
Anda : "Berape eh hantaran kahwin kita?"
Tunang : "Berapa-berapa yang you sanggup."
Anda : "RM 5000, okay?"
Tunang : "I okay je. Tapi my mom tu. Dia kata grad oversea macam I ni mane boleh letak rendah-rendah. Paling kurang RM10,000 tau!"
Sikit lagi anda nak pengsan mendengar jawapan bakal isteri anda.
"Mana aku nak dapat duit lebih?"
Kerja Lebih Kuat
Oleh kerana anda terlalu sayangkan dia, anda bekerja dengan lebih kuat sehingga dianugerahkan pekerja cemerlang. Malah, anda menambahkan pendapatan melalui perniagaan jualan langsung secara kecil-kecilan. Akhirnya dapat la anda simpan RM20,000 pada tahun tersebut.
Suatu pencapaian yang amat membanggakan!
Sekarang umur anda sudah 27 tahun. Duit hantaran dah cukup. Tetapi, mak pula cakap pesan :
"Anak mak nak kawin ni mesti la buat grand-grand. Kita sewa khemah besar-besar, jemput penyanyi ke artis ke sorang dua datang buat persembahan. Lauk pauk kita guna katering je la ya? RM 10 je sekepala. Baju kawin ko, kita sewa yg cantik-cantik dan mahal-mahal sikit. Kita jemput dalam 1000 orang. Set!"
Pengiraan pantas dijalankan :
1000 orang x RM 10 = RM10,000.
Penyanyi, khemah, kad kahwin dan baju = RM 5000.
"Alamak, dah RM 15,000! Belum cincin kahwin lagi! Adoi!" Getus hati anda.
Anda 'slow talk' dengan mak anda :
"Mak, nak buat apa membazir duit ni?"
"Apa pulak membazirnya? Kau kawin sekali je seumur hidup. Biarlah buat betul-betul."
"Tapi mak..?"
"Dahlah, kau jangan nak buat malu mak. Cik Tipah jiran kita tu buat kenduri kat hotel siap Dato', Datin, Tan Sri, Puan Sri datang. Mana la mak nak letak muka mak kalau kita buat kenduri kecik-kecik?"
Akhirnya..
Setelah bersusah payah, akhirnya anda berkahwin juga. Fuh! Seronok dan bersyukur habis.
Tetapi, apakan daya, jodoh kamu berdua tidak panjang. Anda berhutang keliling pinggang dan kadar 'interest' makin tinggi. Anda dah tak mampu nak bayar. Isteri kesayangan dah letih kalau anda asyik nak minta duit. Dia tuduh anda tak bertanggungjawap, tak reti bagi nafkah dan macam-macam lagi.
Akhirnya? Bercerai..
Masalah yang membuahkan masalah. Kadang-kadang kita pelik kenapa perkahwinan sentiasa gagal di negara kita.
Contoh yang saya huraikan di atas adalah salah satu contoh kasar yang boleh dilihat, kenapa orang kita kahwin lambat atau susah nak kahwin.
Punca masalah :
Pada pandangan saya, budaya kita yang tak kena tempat. Banyak perkara dalam budaya kita yang tidak masuk akal dan kadangkala meyusahkan diri sendiri. Budaya yang berakar umbi ini menyebabkan ramai orang takut nak berkahwin, dengan alasan mereka tidak mampu walaupun secara fizikal dan mentalnya mereka sebenarnya mampu.
Sedikit pemerhatian dan penyelidikan yang saya lakukan :
(1) Perkahwinan perlu dilakukan secara bersederhana.
Motif kahwin kan nak menjamu saudara-mara dan rakan-rakan? Jadi, makanan sahaja lah yang perlu diambil kira. Tak perlu nak membzair duit untuk perkara lain seperti pelamin. Biasanya, pelamin yang biasa sahaja pun dah berharga RM 1500. Itu baru pelamin. Belum lagi hiasan ini dan hiasan itu.
(2) "Harga" seseorang wanita diukur dari tahap pendidikan beliau dan bukan diukur dari pengetahuan agama seperti yang di sarankan oleh Islam.
Apabila wang hantaran diletakkan terlalu tinggi, perkahwinan terpaksa dibatalkan atau ditangguhkan. Sedangkan akad nikah itu lebih penting dari wang hantaran.
(3) Perkahwinan sepatutnya adalah perkara yang paling mudah dan cepat, tetapi kini ia telah menjadi beban.
Zaman kini, perkahwinan sangat rumit dan rata-ratanya takut untuk berkahwin. Semasa saya di Sydney, saya lihat beberapa rakan muslim kita yang berkahwin hanya di masjid. Kemudian ada kenduri kecil yang dijalankan di masjid. Para jemputan terdiri dari jemmah masjid, kawan-kawan dan saudara terdekat.
Perkara yang perlu difokuskan adalah kehidupan selepas berkahwin, bukannya majlis perkahwinan.
Majlis itu hanyalah pintu ke gerbang perkahwinan. Namun hakikatnya kini seolah-olah kita menghiasi pintu rumah kita cantik bagai nak rak, tetapi di dalam rumah, kosong, gelap dan tidak menarik?
...and the pressure is on men...
Artikel di atas telah diolah dengan kebenaran oleh penulis asal : Nina Nurziana. Artikel asal boleh dilihat melalui link berikut : NinaNurziana
Wednesday, September 8, 2010
Monday, September 6, 2010
Waheeda Makin Tenang Selepas Berpurdah
PENAMPILAN istimewa pasangan Akhil Hayy dan Waheeda menjadi tumpuan ramai yang hadir pada majlis berbuka puasa dan pelancaran program Hari Raya anjuran Astro di Bora Asmara, Kampung Sungai Penchala, Khamis.
Waheeda yang jarang ditemui setelah bersara daripada dunia nyanyian memakai purdah. Jelasnya, selepas setahun berpurdah, hatinya semakin tenang dan bahagia. Alhamdulillah, dia berjaya menunaikan hajat untuk berpurdah yang tertanam sebelum berkahwin lagi.
Walaupun berpurdah, ia tidak menghalang Waheeda untuk mengenakan pakaian mengikut fesyen semasa kerana dirinya dan fesyen tidak dapat lari sejak dahulu lagi.
“Saya suka berfesyen dan sekarang telah mempunyai lebih 10 koleksi abaya yang dibeli secara dalam talian. Ikutkan dari dulu lagi saya suka mengumpul koleksi jeans. Sekarang saya kumpul abaya pula,” katanya sambil tertawa.
Baru-baru ini, dia dikhabarkan tidak berapa sihat. Ditanya tentang kesihatannya sekarang, penyanyi yang pernah popular dengan lagu Wassini itu mengakui keadaan dirinya baik sambil berkata dia selalu menghidap penyakit gastrik yang datang tidak menentu.
Saturday, August 21, 2010
Muawiyah Vs Ahlul Bait, Benarkah?
Antara tuduhan yang dilontarkan kepada Sayyidina Muawiyah r.a ialah kononnya beliau telah melayani Bani Hasyim terutamanya di kalangan Ahlul Bait dengan buruk dan telah bertindak kejam terhadap mereka, selain daripada tidak pernah terjalinnya perhubungan yang baik di antara mereka dengan Muawiyah dan seterusnya khulafa’ daripada kalangan Bani Umaiyyah.
Alasan yang selalu dikemukakan ialah berpunca daripada gambar sejarah yang sememangnya bercampur baur di antara kebenaran dan kebatilan. Sebenarnya kita tidak hairan dengan riwayat sejarah yang memuatkan cerita-cerita seumpama itu apabila kita memeriksa perawi-perawi (pewarta-pewarta) yang merupakan sumber cerita-cerita itu.
Begitu pun jika kita meneliti dengan cermat dan saksama terhadap fakta-fakta yang terdapat di dalam kitab-kitab sejarah samada di tinjau dari sudut riwayat mahupun dirayah dengan cepat akan teserlah di hadapan kita kepalsuan tuduhan-tuduhan itu. Kenyataan yang dapat disimpulkan daripada fakta-fakta sejarah itu amat bertentangan sekali dengan tuduhan yang terdapat di dalamnya. Ini ialah kerana tak mungkin boleh terjalinnya hubungan persemendaan sebagai menantu, besan, biras dan lain-lain di antara dua keluarga yang bermusuhan begitu sekali seperti yang tersebut di dalam kitab-kitab sejarah. Tidak mungkin juga orang-orang yang bermaruah seperti individu-individu dari kalangan Ahlul Bait terutama Hasan dan Husain r.a boleh menerima hadiah-hadiah saguhati, cenderamata atau habuan daripada orang yang zalim dan kejam yang sentiasa merendahkan kehormatan mereka.
Begitu juga tidak masuk akal jika orang-orang yang terhormat dan mulia seperti Sayyidina Hasan dan Husain r.a boleh berulang alik ke istana Muawiyah yang dikatakan sebagai penipu dan jahat itu kemudian pulang dengan membawa hadiah-hadiah yang nilainya beratus-ratus ribu dirham, kecuali jika diterima bahawa Sayyidina Hasan dan Husin dan juga Ahlul Bait yang lain sebagai orang-orang yang gila dunia atau mata duitan.
Bagaimana mungkin kejam dan zalimnya orang yang Sayyidina Hasan dan Husain turut serta di dalam jihad yang dilancarkannya di samping menyandang pula jawatan-jawatan istimewa dalam kerajaan pimpinannya.
Di sini akan dikemukakan beberapa contoh dari fakta sejarah untuk menghapuskan segala tuduhan-tuduhan palsu itu:
1) Hubungan baik antara Sayyidina Muawiyah dan Ahlul Bait terutama Sayyidina Hasan dan Husain r.a.
Ibnu Katsir menulis, “Pada zaman pemerintahannya, Sayyidina Muawiyah melayan Sayyidina Hasan dan Husin dengan penuh mesra dan menghadiahkan kepada mereka hadiah-hadiah yang berharga. Pernah pada suatu hari beliau menghadiahkan wang sebanyak dua ratus ribu dirham kepada mereka berdua”
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8 m.s. 50).
Ibnu Abil Hadid menulis, “Muawiyah memberikan habuan terutama kepada Hasan dan Husain sebanyak seratus ribu dirham. Anaknya Yazid pula memberikan habuan tahunan kepada merka berdua sebanyak dua ratus ribu dirham. Sebanyak itu juga diberinya kepada Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Ja’afar (ipar Sayyidina Husain iaitu suami kepada Zainab, adiknya)”
(Syarah Nahjul Balaghah).
Selain dari habuan tahunan sebanyak seratus ribu dirham itu, Sayyidina Husain dikirimkan bermacam-macam cenderamata dan hadiah-hadiah berharga oleh Muawiyah dan Sayyidina Husain menerimanya dengan gembira sekali.
Sayyidina Husain berkunjung ke kediaman Muawiyah seorang diri dan kadang-kadang bersama abangnya Hasan pada tiap-tiap tahun dan Sayyidina Muawiyah melayani mereka dengan baik dan penuh penghormatan. Beliau memberikan kepada mereka bermacam-macam hadiah. Selepas kewafatan Hasan, Sayyidina Husain tetap berkunjung ke kediaman Muawiyah pada tiap-tiap tahun. Beliau dilayani dengan baik dan penuh penghormatan oleh Muawiyah.
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8, m.s. 150-151)
Pernah pada suatu ketika Sayyidina Hasan telah dihadiahkan oleh Muawiyah wang sebanyak empat juta dan pada ketika yang lain pula Sayyidina Hasan dan Husain telah dihadiahkan dua juta dirham.
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8, m.s. 137).
Pernah Sayyidina ‘Aqil (abang Sayyidina Ali r.a) memerlukan empat puluh ribu dirham maka beliau pergi menemui Muawiyah dan menyatakan keperluan itu kepadanya. Muawiyah bermurah hati kepadanya dan terus memberikan wang sebanyak lima puluh ribu dirham.
(Usdul Ghabah, jilid 3, m.s. 223).
Sayyidatina Aisyah r.a pernah dikirimkan oleh Muaiwiyah wang sebanyak seratus ribu dirham dan sebaik sahaja Aisyah menerimanya dia terus membahagi-bahagikannya kepada orang-orang lain (yang memerlukannya) pada hari itu juga.
Pada suatu ketika pernah Sayyidatina Aisyah berhutang sebanyak 18 ribu dinar (Muawiyah mendapat tahu tentang itu ) maka beliau pun menjelaskan kesemua hutang Aisyah itu.
Pernah juga Muawiyah mengirimkan seutas kalung yang berharga seratus ribu dirham kepada Aisyah. Kiriman itu diterima oleh Aisyah dengan gembira sekali.
Pernah Sayyidina Hussain dan Abdullah Bin Ja’far At Thayyar menghantar utusannya kepada Muawiyah untuk meminta bantuan kewangan daripada beliau, maka wang sebanyak sejuta dirham dikirimkan kepada mereka. Pada ketika yang lain pula Muawiyah mengirimkan wang kepada Sayyidina Hassan, Abdullah Bin Ja’far At Thayyar, Abdullah Bin Umar dan Abdullah Bin Zubair sebanyak seratus ribu dirham.
Setelah mendapat tahu tentang kewafatan Sayyidina Hassan, Muawiyah pergi menemui Abdullah bin Abbas untuk mengucapkan takziah kepadanya. Muawiyah berkata kepada Abdullah Bin Abbas, “Semoga Allah tidak menyedihkan dan menyusahkann hatimu atas kematian Hassan ini”. Ibnu Abbas lantas menyahut, “Semoga Allah tidak menyedihkan dan menyusahkan hatimu selama Allah memanjangkan umurmu”.
(Al Bidayah Wa An Nihayah,jilid 8 m.s. 136 – 138.)
2) Menyandang jawatan istimewa di dalam kerajaan Muawiyah.
Di antara individu dari Bani Hasyim ada yang menyandang jawatan istimewa (seperti qadhi dan lain-lain) didalam pemerintahan Muawiyah.
Di Madinah, Marwan Bin Al Hakam adalah gabenor yang dilantik oleh Muawiyah. Ketika itu perlu adanya seorang qadhi (hakim) di Madinah. Oleh itu, Marwan telah melantik Abdullah Bin Al Harith Bin Naufal Bin Al Harith Bin Abdul Muttalib sebagai qadhi di Madinah. Lantaran itu sesetengah golongan mengatakan itulah qadhi yang mula-mula dilantik di Madinah.
Ibnu Sa’ad menulis di dalam Thobaqatnya: daripada Abi Al Ghaits, katanya: “Aku mendengar Abu Hurairah berkata”, “Setelah Marwan Al Hakam dilantik sebagai gabenor bagi pihak Muawiyah di Madinah iaitu pada tahun 42 Hijrah, beliau telah melantik Abdullah bin Al Harith sebagai qadhi di Madinah. Abu Hurairah berkata, “Itulah qadhi yang mula-mula aku lihat dalam Islam (di Madinah)”.
(Thobaqat Ibnu Sa’ad jilid 5 m.s. 13).
Kenyatan yang sama di dalam Tarikh At Thobari, jilid 6 m.s. 12 di bawah tajuk peristiwa yang berlaku pada tahun 42 Hijrah.
3) Qustam Bin Abbas r.a dan Sayyidina Hassan r.a ikut serta di dalam jihad yang dilancarkan oleh Muwiyah di zaman pemerintahannya.
Qustam Bin Abbas terbilang di antara sahabat kecil Rasullullah SAW. Beliau adalah saudara sesusu dengan Sayyidina Husin Bin Ali. Beliau telah pergi ke Khurasan di zaman pemerintahan Muawiyah untuk tujuan jihad. Kemudian beliau pergi pula ke Samarkand. Panglima perang yang beliau ikuti di dalam peperangan itu ialah Said Bin Uthman Bin Affan. Akhirnya beliau telah mendapat syuhada (syahid) dalam peperangan di Samarkand.
Demikian tersebut didalam Thobaqot Ibnu Sa’ad, jilid 7, m.s. 101, Nasabu quraisyin, m.s. 27, Tahtazikri Auladi Abbas, Siaru ‘Alami An Nubala’, jilid 3 m.s. 292, Syarah Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid, jilid 5, m.s. 72.
Ahli-ahli sejarah menyebutkan dengan jelas bahawa Sayyidina Hussin juga turut serta di dalam jihad yang dilancarkan di zaman pemerintahan Muawiyah. Beliau menyertai jihad itu dengan sukacita dan rela hati, bukan dengan paksaan malah telah memberikan pertolongan yang sepenuhnya dalam jihad itu.
Ibn Katsir menulis, “Setelah Sayyidina Hassan wafat, Sayyidina Husain pada tiap-tiap tahun tetap mengunjungi Muawiyah. Beliau dikurniakan dengan hadiah-hadiah dan dimuliakan oleh Muawiyah. Beliau pernah menyertai angkatan tentera yang menyerang Constantinople di bawah pimpinan anak Muawiyah iaitu Yazid pada tahun 51 H”.
(Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 8, m.s. 151).
Perkara yang sama termaktub di dalam Tahzibu Tarikhi Ibni Asakir, jilid 4, m.s. 311, Tazkirah Husain bin Ali.
4) Hubungan persemendaan antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim
Hubungan persemendaan di antara Bani Hasyim dan Bani Ummaiyah terjalin semenjak sebelum Islam lagi dan berterusan hingga ke zaman-zaman pemerintahan Bani Umayyah. Daripada kenyataan-kenyataan sejarah dapat dilihat betapa mesra dan eratnya hubungan di antara mereka.
Permusuhan dan perseteruan di antara mereka tidak lebih daripada cerita-cerita rekaan yang dicipta oleh golongan musuh-musuh Islam dengan tujuan membuktikan kepada dunia bahawa semangat perkauman jahiliyah masih lagi menguasai mereka dan begitu tebal sehingga kedatangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW sendiri masih gagal mencabut sampai ke akar umbinya.
Sebaliknya, dari fakta-fakta sejarah yang masih lagi boleh dirujuk dan dianggap muktabar samada daripada kalangan Ahli Sunnah mahupun musuh mereka Syiah, dapat kita temui kenyataan-kenyataan yang menyangkal dan mendustakan cerita-cerita rekaan itu.
Tidak mungkin terjadi hubungan persemendaan antara dua golongan yang bermusuhan dengan begitu banyak sekali dalam keadaan perseteruan di antara mereka sampai menumpahkan darah dan memaki hamun antara satu sama lain di dalam khutbah-khutbah Jumaat .
Rasulullah SAW sendiri sebagai orang yang paling terkemuka daripada Bani Hasyim telah mengahwinkan tiga orang daripada empat orang anak perempuannya dengan Abul ‘Ash bin Ar-Rabii dan Uthman bin Affan, iaitu dua orang yang ternama dari kalangan Bani Umayyah.
(lihat Ansabul Asraaf-Balezuri,jilid 5, ms 1,Thobaqotul Ibn Sa’ad, jilid 8, ms 166, Usdul Al-Ghabah, jilid 5, ms 191, Al-Mustadrak, jilid 3, ms 96, Mumtahar Al Amal, jilid 1 m.s. 9).
Aban, anak Sayyidina Uthman kemudiannya berkahwin dengan Ummi Kulthum bt Abdullah bin Ja’far, cucu saudara Sayyidina Ali sendiri.
(Al-Ma’arif Ad-Dinawari, m.s. 86).
Sakinah, anak perempuan Sayyidina Husain dan cucu kepada Sayyidina Ali adalah isteri kepada cucu Uthman iaitu Zaid bin Amar bin Uthman. Bahkan beliau telah mewarisi Zaid selepas kematiannya.
(Nasabu Quraisyin Mus’ab Az- Zubairi, jilid 4, ms 120, Al-Ma’arif-Ibn Qutaibah, m.s. 94, Jamharatu Ansabil Arab,jilid 1, m.s. 86, Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 6, m.s. 349).
Cucu Sayyidina Ali iaitu Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain merupakan isteri kepada cucu Sayyidina Uthman yang lain bernama Abdullah dan mereka mendapat cahaya mata bernama Muhammad hasil dari perkahwinan itu. Perkahwinan di antara mereka berdua berlangsung setelah Fatimah menjadi janda kepada Hassan bin Hassan bin Ali.
(Lihat Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 8, ms 348, Al-Ma’arif, ms 93, Nasabu Quraisyin, jilid 4, ms 114, Maqaatilu At-Tholibiyyin Al-Isfahani, m.s. 203, Nasikuh At Tawarikh, jilid 6, m.s. 534).
Kemudian cucu Sayyidina Hassan iaitu anak Sayyidina Hassan Al-Mutsanna berkahwin pula dengan cucu Marwan bin Aban bin Uthman. Bahkan ahli-ahli sejarah menyebutkan bahawa anak Hassan Al-Mutsanna yang dikenali dengan Ummul Qasim ini telah mendapat cahaya mata hasil perkahwinannya dengan Marwan tersebut, iaitu Muhammad.
(Nasabu Quraisyin, jilid 2, m.s. 53, Jamharatu Ansabil Arab, jilid 1, m.s. 85, Al-Muhabbar Al-Baghdadi, m.s. 438).
Cucu saudara Sayyidina Ali iaitu Ramlah bt Muhammad bin Ja’far At-Thoyyar bin Abi Thalib mula-mula menjadi isteri kepada Sulaiman bin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan. Kemudian menjadi pula isteri kepada Abul Qasim bin Wahid bin Uthbah bin Abi Sufian
(Kitabu Al-Muhabbar, ms 449).
Ramlah anak perempuan Sayyidina Ali sendiri telah berkahwin dengan anak Marwan bin Al-Hakam yang bernama Muawiyah. Sebelum itu Ramlah adalah isteri kepada Abi Al-Hayyaj (Nasabu Quraisyin, ms 45, Jamharatu Ansabil Arab, m.s. 87).
Sementara Zainab anak perempuan Hasan Al-Mutsanna pula menjadi isteri kepada Walid bin Abdul Malik bin Marwan Al-Umawi.
(Nasabu Quraisyin, ms 52, Jamharatu Ansabil Arab, m.s. 228.
Selain daripada cicit kepada Sayyidina Ali, Hafisah bt Zaid bin Al-Hasan bin Ali adalah isteri kepada cucu Marwan iaitu Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan dan wafat sebagai isterinya. Ibunya ialah Lubabah bt Abdullah bin Abbas.
(Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, ms 234, ‘ Umdatu At-Thalib fi ansabi’ah Abi Thalib, m.s. 70).
Hasil perkahwinan Sayyidina Husain dengan Laila bt Abi Muruah bin ‘Urwah bin Mas’ud At-Tsaqafi telah melahirkan Ali yang dikenali dengan Al-Ahbar yang kemudiannya terbunuh syahid bersama beliau di Karbala. Ibu kepada Laila ini ialah Maimunah bt Abu Sufian bin Harb bin Umayyah. Ini bererti Sayyidina Muawiyah adalah bapa saudara kepada Laila, iaitu isteri kepada Sayyidina Husain itu.
(Nasabu Quraisyin, ms 57, Tarikh Khalifah bin Khayyat, jilid 1, m.s. 255).
Apa yang disebut ini adalah sebahagian daripada hubungan persemendaan di antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim. Itu pun sudah mencukupi untuk menolak kekeliruan yang telah ditimbulkan. Cerita-cerita yang direka oleh musuh-musuh Islam ini mengatakan bahawa di antara dua keluarga ini telah tertanam permusuhan dan dendam kesumat yang amat mendalam sehingga akhirnya mencetuskan peperangan di antara Ali dan Muawiyah, Husain, Yazid dan seterusnya. Tetapi apabila kita lihat kepada hubungan persemendaan di antara mereka seperti yang tersebut tadi, jelaslah bahawa cerita-cerita yang memburukkan perhubungan mereka itu tidak berasas sama sekali.
5) Ahlul Bait berimamkan pemimipin-pemimpin dari kalangan Bani Umayyah di dalam sembahyang mereka
Semasa Marwan bin Al-Hakam menjadi gabenor bagi pihak Muawiyah, beliau mengimamkan sembahyang lima waktu di masjid. Antara ahli jamaah yang berimamkan beliau ialah Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain.
Fakta ini dapat dilihat dengan jelas di dalam riwayat seperti di bawah ini bahkan daripada riwayat ini dapat difahami bahawa Sayyidina Hasan dan Husain tidak mengulangi sembahyang yang telah ditunaikan secara berjamaah di masjid dengan berimamkan Marwan bin Al-Hakam. Muhammad Al-Baqir juga telah bersumpah bahawa mereka berdua tidak mengulangi sembahyang yang ditunaikan secara berjamaah itu sebagai menyangkal dakwaan sesetengah kalangan Syiah yang mengatakan mereka berjamaah dengan Marwan secara taqiyyah, kemudian mengulangi sembahyang yang telah dikerjakan itu di rumah pula.
Perhatikan riwayat ini :
Diriwayatkan daripada Ja’far As-Syadiq daripada ayahnya, katanya, “Hasan bin Ali dan Husain selalu bersembahyang di belakang Marwan.”. Ja’far berkata, “Kerana itu ayahnya ditanya: “Tidakkah mereka bersembahyang semula setelah pulang ke rumah?”. Beliau menjawab, “Tidak! Demi Allah mereka tidak melebihkan sembahyang daripada sembahyang yang telah dilakukan dengan berimamkan para pemimpin itu”.
(Al-Musannaf Ibn Abi Syaibah, jilid 2, m.s. 378, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, jilid 8, m.s .258).
Imam Bukhari di dalam Tarikh Soghirnya mengemukakan riwayat tentang selalunya Sayyidina Hasan dan Husain bersembahyang di belakang Marwan dengan berimamkannya.
(At-Tarikh As-Soghir, m.s. 57).
Ibn Sa’ad pula mengemukakan pengakuan Imam Muhammad Al-Baqir tentang beliau dan ayahnya, Ali Zainal Abidin sentiasa bersembahyang dengan berimamkan pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah. Beliau berkata, “Sesungguhnya kami bersembahyang dengan berimamkan mereka tanpa taqiyyah dan aku bersaksi bahawa Ali bin Husain (ayahnya) selalu bersembahyang berimamkan mereka tanpa taqiyyah’.
(Thabaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, m.s. 158).
Kitab-kitab Syi’ah pula menjadi saksi di dalam perkara ini. Antaranya ialah kitab Biharu Al-Anwar apabila ia mengemukakan riwayat-riwayat yang seerti dengan yang dikemukakan oleh kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jamaah. Antara lain riwayat itu bermaksud : Daripada Musa bin Jaafar daripada ayahnya, katanya : “Hasan dan Husain selalu bersembahyang di belakang dengan berimamkan Marwan bin Al Hakam. Maka mereka (Syiah) bertanya beliau, “Adakah datuk dan nenek tuan bersembahyang semula apabila pulang ke rumah?” Beliau menjawab, “Tidak! Demi Allah mereka tidak menambah lagi sembahyang yang telah dikerjakan”.
(Biharu Al Anwar, Al Majlisi, jilid 10, m.s .139-141).
Selain dari sembahyang fardhu yang lima itu, pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah juga mengimamkan sembahyang jenazah daripada kalangan Ahlul Bait yang telah meninggal dunia. Perkara ini tersebut dengan jelas di dalam kitab-kitab sejarah, antaranya ialah Al-Bidayah Wa An Nihayah, Al Isti’aab, Al Isabah dan Thabaqat Ibn Sa’ad.
Sejarah membuktikan bahawa Aban bin Uthman ketika menjadi gabenor di Madinah bagi pihak Abdul Malik bin Marwan pernah diminta menyembahyangkan jenazah Muhammad bin Ali yang terkenal dengan Muhammad bin Al Hanafiah oleh anaknya sendiri iaitu Abu Hasyim Ali. (Thabaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, m.s. 86).
Selain itu beliau juga pernah menyembahyangkan jenazah anak saudara Sayyidina Ali, iaitu Abdullah bin Jaafar At Thoyar.
(Al Isobah, jilid 2, m.s. 281, Al Isti’aab, jilid 2, m.s. 287 dan Usdu Al Ghobah, jilid 3, m.s. 135)
Penerimaan baik pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah oleh pihak Bani Hasyim bukanlah suatu yang baru ketika itu kerana sebelum itu pun ayahanda kepada Aban iaitu Sayyidina Uthman bin Affan telah mengimamkan sembahyang jenazah bapa saudara Rasulullah SAW dan juga bapa saudara kepada Sayyidina Ali iaitu Abbas bin Abdul Mutalib.
(Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 2, ms 162, Al Isti’aab, jilid 3, ms 100).
Itulah sedikit daripada gambaran hubungan baik di antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim. Mereka sebenarnya merupakan dahan-dahan dan ranting-ranting daripada pohon yang sama. Mereka telah bekerjasama dan berganding bahu dalam menegakkan dan menyebarkan Islam. Jikalau ada pun permusuhan di antara mereka , itu adalah permusuhan di zaman jahiliyyah tetapi setelah kedatangan Islam, api permusuhan yang bernyala-nyala di zaman jahiliyyah itu terpadam oleh limpahan cahaya Islam yang mencurah-curah yang turun dari Tuhan Semesta Alam.
Alasan yang selalu dikemukakan ialah berpunca daripada gambar sejarah yang sememangnya bercampur baur di antara kebenaran dan kebatilan. Sebenarnya kita tidak hairan dengan riwayat sejarah yang memuatkan cerita-cerita seumpama itu apabila kita memeriksa perawi-perawi (pewarta-pewarta) yang merupakan sumber cerita-cerita itu.
Begitu pun jika kita meneliti dengan cermat dan saksama terhadap fakta-fakta yang terdapat di dalam kitab-kitab sejarah samada di tinjau dari sudut riwayat mahupun dirayah dengan cepat akan teserlah di hadapan kita kepalsuan tuduhan-tuduhan itu. Kenyataan yang dapat disimpulkan daripada fakta-fakta sejarah itu amat bertentangan sekali dengan tuduhan yang terdapat di dalamnya. Ini ialah kerana tak mungkin boleh terjalinnya hubungan persemendaan sebagai menantu, besan, biras dan lain-lain di antara dua keluarga yang bermusuhan begitu sekali seperti yang tersebut di dalam kitab-kitab sejarah. Tidak mungkin juga orang-orang yang bermaruah seperti individu-individu dari kalangan Ahlul Bait terutama Hasan dan Husain r.a boleh menerima hadiah-hadiah saguhati, cenderamata atau habuan daripada orang yang zalim dan kejam yang sentiasa merendahkan kehormatan mereka.
Begitu juga tidak masuk akal jika orang-orang yang terhormat dan mulia seperti Sayyidina Hasan dan Husain r.a boleh berulang alik ke istana Muawiyah yang dikatakan sebagai penipu dan jahat itu kemudian pulang dengan membawa hadiah-hadiah yang nilainya beratus-ratus ribu dirham, kecuali jika diterima bahawa Sayyidina Hasan dan Husin dan juga Ahlul Bait yang lain sebagai orang-orang yang gila dunia atau mata duitan.
Bagaimana mungkin kejam dan zalimnya orang yang Sayyidina Hasan dan Husain turut serta di dalam jihad yang dilancarkannya di samping menyandang pula jawatan-jawatan istimewa dalam kerajaan pimpinannya.
Di sini akan dikemukakan beberapa contoh dari fakta sejarah untuk menghapuskan segala tuduhan-tuduhan palsu itu:
1) Hubungan baik antara Sayyidina Muawiyah dan Ahlul Bait terutama Sayyidina Hasan dan Husain r.a.
Ibnu Katsir menulis, “Pada zaman pemerintahannya, Sayyidina Muawiyah melayan Sayyidina Hasan dan Husin dengan penuh mesra dan menghadiahkan kepada mereka hadiah-hadiah yang berharga. Pernah pada suatu hari beliau menghadiahkan wang sebanyak dua ratus ribu dirham kepada mereka berdua”
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8 m.s. 50).
Ibnu Abil Hadid menulis, “Muawiyah memberikan habuan terutama kepada Hasan dan Husain sebanyak seratus ribu dirham. Anaknya Yazid pula memberikan habuan tahunan kepada merka berdua sebanyak dua ratus ribu dirham. Sebanyak itu juga diberinya kepada Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin Ja’afar (ipar Sayyidina Husain iaitu suami kepada Zainab, adiknya)”
(Syarah Nahjul Balaghah).
Selain dari habuan tahunan sebanyak seratus ribu dirham itu, Sayyidina Husain dikirimkan bermacam-macam cenderamata dan hadiah-hadiah berharga oleh Muawiyah dan Sayyidina Husain menerimanya dengan gembira sekali.
Sayyidina Husain berkunjung ke kediaman Muawiyah seorang diri dan kadang-kadang bersama abangnya Hasan pada tiap-tiap tahun dan Sayyidina Muawiyah melayani mereka dengan baik dan penuh penghormatan. Beliau memberikan kepada mereka bermacam-macam hadiah. Selepas kewafatan Hasan, Sayyidina Husain tetap berkunjung ke kediaman Muawiyah pada tiap-tiap tahun. Beliau dilayani dengan baik dan penuh penghormatan oleh Muawiyah.
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8, m.s. 150-151)
Pernah pada suatu ketika Sayyidina Hasan telah dihadiahkan oleh Muawiyah wang sebanyak empat juta dan pada ketika yang lain pula Sayyidina Hasan dan Husain telah dihadiahkan dua juta dirham.
(Al Bidayah wa An-Nihayah, jilid 8, m.s. 137).
Pernah Sayyidina ‘Aqil (abang Sayyidina Ali r.a) memerlukan empat puluh ribu dirham maka beliau pergi menemui Muawiyah dan menyatakan keperluan itu kepadanya. Muawiyah bermurah hati kepadanya dan terus memberikan wang sebanyak lima puluh ribu dirham.
(Usdul Ghabah, jilid 3, m.s. 223).
Sayyidatina Aisyah r.a pernah dikirimkan oleh Muaiwiyah wang sebanyak seratus ribu dirham dan sebaik sahaja Aisyah menerimanya dia terus membahagi-bahagikannya kepada orang-orang lain (yang memerlukannya) pada hari itu juga.
Pada suatu ketika pernah Sayyidatina Aisyah berhutang sebanyak 18 ribu dinar (Muawiyah mendapat tahu tentang itu ) maka beliau pun menjelaskan kesemua hutang Aisyah itu.
Pernah juga Muawiyah mengirimkan seutas kalung yang berharga seratus ribu dirham kepada Aisyah. Kiriman itu diterima oleh Aisyah dengan gembira sekali.
Pernah Sayyidina Hussain dan Abdullah Bin Ja’far At Thayyar menghantar utusannya kepada Muawiyah untuk meminta bantuan kewangan daripada beliau, maka wang sebanyak sejuta dirham dikirimkan kepada mereka. Pada ketika yang lain pula Muawiyah mengirimkan wang kepada Sayyidina Hassan, Abdullah Bin Ja’far At Thayyar, Abdullah Bin Umar dan Abdullah Bin Zubair sebanyak seratus ribu dirham.
Setelah mendapat tahu tentang kewafatan Sayyidina Hassan, Muawiyah pergi menemui Abdullah bin Abbas untuk mengucapkan takziah kepadanya. Muawiyah berkata kepada Abdullah Bin Abbas, “Semoga Allah tidak menyedihkan dan menyusahkann hatimu atas kematian Hassan ini”. Ibnu Abbas lantas menyahut, “Semoga Allah tidak menyedihkan dan menyusahkan hatimu selama Allah memanjangkan umurmu”.
(Al Bidayah Wa An Nihayah,jilid 8 m.s. 136 – 138.)
2) Menyandang jawatan istimewa di dalam kerajaan Muawiyah.
Di antara individu dari Bani Hasyim ada yang menyandang jawatan istimewa (seperti qadhi dan lain-lain) didalam pemerintahan Muawiyah.
Di Madinah, Marwan Bin Al Hakam adalah gabenor yang dilantik oleh Muawiyah. Ketika itu perlu adanya seorang qadhi (hakim) di Madinah. Oleh itu, Marwan telah melantik Abdullah Bin Al Harith Bin Naufal Bin Al Harith Bin Abdul Muttalib sebagai qadhi di Madinah. Lantaran itu sesetengah golongan mengatakan itulah qadhi yang mula-mula dilantik di Madinah.
Ibnu Sa’ad menulis di dalam Thobaqatnya: daripada Abi Al Ghaits, katanya: “Aku mendengar Abu Hurairah berkata”, “Setelah Marwan Al Hakam dilantik sebagai gabenor bagi pihak Muawiyah di Madinah iaitu pada tahun 42 Hijrah, beliau telah melantik Abdullah bin Al Harith sebagai qadhi di Madinah. Abu Hurairah berkata, “Itulah qadhi yang mula-mula aku lihat dalam Islam (di Madinah)”.
(Thobaqat Ibnu Sa’ad jilid 5 m.s. 13).
Kenyatan yang sama di dalam Tarikh At Thobari, jilid 6 m.s. 12 di bawah tajuk peristiwa yang berlaku pada tahun 42 Hijrah.
3) Qustam Bin Abbas r.a dan Sayyidina Hassan r.a ikut serta di dalam jihad yang dilancarkan oleh Muwiyah di zaman pemerintahannya.
Qustam Bin Abbas terbilang di antara sahabat kecil Rasullullah SAW. Beliau adalah saudara sesusu dengan Sayyidina Husin Bin Ali. Beliau telah pergi ke Khurasan di zaman pemerintahan Muawiyah untuk tujuan jihad. Kemudian beliau pergi pula ke Samarkand. Panglima perang yang beliau ikuti di dalam peperangan itu ialah Said Bin Uthman Bin Affan. Akhirnya beliau telah mendapat syuhada (syahid) dalam peperangan di Samarkand.
Demikian tersebut didalam Thobaqot Ibnu Sa’ad, jilid 7, m.s. 101, Nasabu quraisyin, m.s. 27, Tahtazikri Auladi Abbas, Siaru ‘Alami An Nubala’, jilid 3 m.s. 292, Syarah Nahjul Balaghah Ibnu Abil Hadid, jilid 5, m.s. 72.
Ahli-ahli sejarah menyebutkan dengan jelas bahawa Sayyidina Hussin juga turut serta di dalam jihad yang dilancarkan di zaman pemerintahan Muawiyah. Beliau menyertai jihad itu dengan sukacita dan rela hati, bukan dengan paksaan malah telah memberikan pertolongan yang sepenuhnya dalam jihad itu.
Ibn Katsir menulis, “Setelah Sayyidina Hassan wafat, Sayyidina Husain pada tiap-tiap tahun tetap mengunjungi Muawiyah. Beliau dikurniakan dengan hadiah-hadiah dan dimuliakan oleh Muawiyah. Beliau pernah menyertai angkatan tentera yang menyerang Constantinople di bawah pimpinan anak Muawiyah iaitu Yazid pada tahun 51 H”.
(Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 8, m.s. 151).
Perkara yang sama termaktub di dalam Tahzibu Tarikhi Ibni Asakir, jilid 4, m.s. 311, Tazkirah Husain bin Ali.
4) Hubungan persemendaan antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim
Hubungan persemendaan di antara Bani Hasyim dan Bani Ummaiyah terjalin semenjak sebelum Islam lagi dan berterusan hingga ke zaman-zaman pemerintahan Bani Umayyah. Daripada kenyataan-kenyataan sejarah dapat dilihat betapa mesra dan eratnya hubungan di antara mereka.
Permusuhan dan perseteruan di antara mereka tidak lebih daripada cerita-cerita rekaan yang dicipta oleh golongan musuh-musuh Islam dengan tujuan membuktikan kepada dunia bahawa semangat perkauman jahiliyah masih lagi menguasai mereka dan begitu tebal sehingga kedatangan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW sendiri masih gagal mencabut sampai ke akar umbinya.
Sebaliknya, dari fakta-fakta sejarah yang masih lagi boleh dirujuk dan dianggap muktabar samada daripada kalangan Ahli Sunnah mahupun musuh mereka Syiah, dapat kita temui kenyataan-kenyataan yang menyangkal dan mendustakan cerita-cerita rekaan itu.
Tidak mungkin terjadi hubungan persemendaan antara dua golongan yang bermusuhan dengan begitu banyak sekali dalam keadaan perseteruan di antara mereka sampai menumpahkan darah dan memaki hamun antara satu sama lain di dalam khutbah-khutbah Jumaat .
Rasulullah SAW sendiri sebagai orang yang paling terkemuka daripada Bani Hasyim telah mengahwinkan tiga orang daripada empat orang anak perempuannya dengan Abul ‘Ash bin Ar-Rabii dan Uthman bin Affan, iaitu dua orang yang ternama dari kalangan Bani Umayyah.
(lihat Ansabul Asraaf-Balezuri,jilid 5, ms 1,Thobaqotul Ibn Sa’ad, jilid 8, ms 166, Usdul Al-Ghabah, jilid 5, ms 191, Al-Mustadrak, jilid 3, ms 96, Mumtahar Al Amal, jilid 1 m.s. 9).
Aban, anak Sayyidina Uthman kemudiannya berkahwin dengan Ummi Kulthum bt Abdullah bin Ja’far, cucu saudara Sayyidina Ali sendiri.
(Al-Ma’arif Ad-Dinawari, m.s. 86).
Sakinah, anak perempuan Sayyidina Husain dan cucu kepada Sayyidina Ali adalah isteri kepada cucu Uthman iaitu Zaid bin Amar bin Uthman. Bahkan beliau telah mewarisi Zaid selepas kematiannya.
(Nasabu Quraisyin Mus’ab Az- Zubairi, jilid 4, ms 120, Al-Ma’arif-Ibn Qutaibah, m.s. 94, Jamharatu Ansabil Arab,jilid 1, m.s. 86, Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 6, m.s. 349).
Cucu Sayyidina Ali iaitu Fatimah anak perempuan Sayyidina Husain merupakan isteri kepada cucu Sayyidina Uthman yang lain bernama Abdullah dan mereka mendapat cahaya mata bernama Muhammad hasil dari perkahwinan itu. Perkahwinan di antara mereka berdua berlangsung setelah Fatimah menjadi janda kepada Hassan bin Hassan bin Ali.
(Lihat Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 8, ms 348, Al-Ma’arif, ms 93, Nasabu Quraisyin, jilid 4, ms 114, Maqaatilu At-Tholibiyyin Al-Isfahani, m.s. 203, Nasikuh At Tawarikh, jilid 6, m.s. 534).
Kemudian cucu Sayyidina Hassan iaitu anak Sayyidina Hassan Al-Mutsanna berkahwin pula dengan cucu Marwan bin Aban bin Uthman. Bahkan ahli-ahli sejarah menyebutkan bahawa anak Hassan Al-Mutsanna yang dikenali dengan Ummul Qasim ini telah mendapat cahaya mata hasil perkahwinannya dengan Marwan tersebut, iaitu Muhammad.
(Nasabu Quraisyin, jilid 2, m.s. 53, Jamharatu Ansabil Arab, jilid 1, m.s. 85, Al-Muhabbar Al-Baghdadi, m.s. 438).
Cucu saudara Sayyidina Ali iaitu Ramlah bt Muhammad bin Ja’far At-Thoyyar bin Abi Thalib mula-mula menjadi isteri kepada Sulaiman bin Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan. Kemudian menjadi pula isteri kepada Abul Qasim bin Wahid bin Uthbah bin Abi Sufian
(Kitabu Al-Muhabbar, ms 449).
Ramlah anak perempuan Sayyidina Ali sendiri telah berkahwin dengan anak Marwan bin Al-Hakam yang bernama Muawiyah. Sebelum itu Ramlah adalah isteri kepada Abi Al-Hayyaj (Nasabu Quraisyin, ms 45, Jamharatu Ansabil Arab, m.s. 87).
Sementara Zainab anak perempuan Hasan Al-Mutsanna pula menjadi isteri kepada Walid bin Abdul Malik bin Marwan Al-Umawi.
(Nasabu Quraisyin, ms 52, Jamharatu Ansabil Arab, m.s. 228.
Selain daripada cicit kepada Sayyidina Ali, Hafisah bt Zaid bin Al-Hasan bin Ali adalah isteri kepada cucu Marwan iaitu Al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan dan wafat sebagai isterinya. Ibunya ialah Lubabah bt Abdullah bin Abbas.
(Thobaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, ms 234, ‘ Umdatu At-Thalib fi ansabi’ah Abi Thalib, m.s. 70).
Hasil perkahwinan Sayyidina Husain dengan Laila bt Abi Muruah bin ‘Urwah bin Mas’ud At-Tsaqafi telah melahirkan Ali yang dikenali dengan Al-Ahbar yang kemudiannya terbunuh syahid bersama beliau di Karbala. Ibu kepada Laila ini ialah Maimunah bt Abu Sufian bin Harb bin Umayyah. Ini bererti Sayyidina Muawiyah adalah bapa saudara kepada Laila, iaitu isteri kepada Sayyidina Husain itu.
(Nasabu Quraisyin, ms 57, Tarikh Khalifah bin Khayyat, jilid 1, m.s. 255).
Apa yang disebut ini adalah sebahagian daripada hubungan persemendaan di antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim. Itu pun sudah mencukupi untuk menolak kekeliruan yang telah ditimbulkan. Cerita-cerita yang direka oleh musuh-musuh Islam ini mengatakan bahawa di antara dua keluarga ini telah tertanam permusuhan dan dendam kesumat yang amat mendalam sehingga akhirnya mencetuskan peperangan di antara Ali dan Muawiyah, Husain, Yazid dan seterusnya. Tetapi apabila kita lihat kepada hubungan persemendaan di antara mereka seperti yang tersebut tadi, jelaslah bahawa cerita-cerita yang memburukkan perhubungan mereka itu tidak berasas sama sekali.
5) Ahlul Bait berimamkan pemimipin-pemimpin dari kalangan Bani Umayyah di dalam sembahyang mereka
Semasa Marwan bin Al-Hakam menjadi gabenor bagi pihak Muawiyah, beliau mengimamkan sembahyang lima waktu di masjid. Antara ahli jamaah yang berimamkan beliau ialah Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain.
Fakta ini dapat dilihat dengan jelas di dalam riwayat seperti di bawah ini bahkan daripada riwayat ini dapat difahami bahawa Sayyidina Hasan dan Husain tidak mengulangi sembahyang yang telah ditunaikan secara berjamaah di masjid dengan berimamkan Marwan bin Al-Hakam. Muhammad Al-Baqir juga telah bersumpah bahawa mereka berdua tidak mengulangi sembahyang yang ditunaikan secara berjamaah itu sebagai menyangkal dakwaan sesetengah kalangan Syiah yang mengatakan mereka berjamaah dengan Marwan secara taqiyyah, kemudian mengulangi sembahyang yang telah dikerjakan itu di rumah pula.
Perhatikan riwayat ini :
Diriwayatkan daripada Ja’far As-Syadiq daripada ayahnya, katanya, “Hasan bin Ali dan Husain selalu bersembahyang di belakang Marwan.”. Ja’far berkata, “Kerana itu ayahnya ditanya: “Tidakkah mereka bersembahyang semula setelah pulang ke rumah?”. Beliau menjawab, “Tidak! Demi Allah mereka tidak melebihkan sembahyang daripada sembahyang yang telah dilakukan dengan berimamkan para pemimpin itu”.
(Al-Musannaf Ibn Abi Syaibah, jilid 2, m.s. 378, Al-Bidayah Wa An-Nihayah, jilid 8, m.s .258).
Imam Bukhari di dalam Tarikh Soghirnya mengemukakan riwayat tentang selalunya Sayyidina Hasan dan Husain bersembahyang di belakang Marwan dengan berimamkannya.
(At-Tarikh As-Soghir, m.s. 57).
Ibn Sa’ad pula mengemukakan pengakuan Imam Muhammad Al-Baqir tentang beliau dan ayahnya, Ali Zainal Abidin sentiasa bersembahyang dengan berimamkan pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah. Beliau berkata, “Sesungguhnya kami bersembahyang dengan berimamkan mereka tanpa taqiyyah dan aku bersaksi bahawa Ali bin Husain (ayahnya) selalu bersembahyang berimamkan mereka tanpa taqiyyah’.
(Thabaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, m.s. 158).
Kitab-kitab Syi’ah pula menjadi saksi di dalam perkara ini. Antaranya ialah kitab Biharu Al-Anwar apabila ia mengemukakan riwayat-riwayat yang seerti dengan yang dikemukakan oleh kitab-kitab Ahli Sunnah Wal Jamaah. Antara lain riwayat itu bermaksud : Daripada Musa bin Jaafar daripada ayahnya, katanya : “Hasan dan Husain selalu bersembahyang di belakang dengan berimamkan Marwan bin Al Hakam. Maka mereka (Syiah) bertanya beliau, “Adakah datuk dan nenek tuan bersembahyang semula apabila pulang ke rumah?” Beliau menjawab, “Tidak! Demi Allah mereka tidak menambah lagi sembahyang yang telah dikerjakan”.
(Biharu Al Anwar, Al Majlisi, jilid 10, m.s .139-141).
Selain dari sembahyang fardhu yang lima itu, pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah juga mengimamkan sembahyang jenazah daripada kalangan Ahlul Bait yang telah meninggal dunia. Perkara ini tersebut dengan jelas di dalam kitab-kitab sejarah, antaranya ialah Al-Bidayah Wa An Nihayah, Al Isti’aab, Al Isabah dan Thabaqat Ibn Sa’ad.
Sejarah membuktikan bahawa Aban bin Uthman ketika menjadi gabenor di Madinah bagi pihak Abdul Malik bin Marwan pernah diminta menyembahyangkan jenazah Muhammad bin Ali yang terkenal dengan Muhammad bin Al Hanafiah oleh anaknya sendiri iaitu Abu Hasyim Ali. (Thabaqat Ibn Sa’ad, jilid 5, m.s. 86).
Selain itu beliau juga pernah menyembahyangkan jenazah anak saudara Sayyidina Ali, iaitu Abdullah bin Jaafar At Thoyar.
(Al Isobah, jilid 2, m.s. 281, Al Isti’aab, jilid 2, m.s. 287 dan Usdu Al Ghobah, jilid 3, m.s. 135)
Penerimaan baik pemimpin-pemimpin daripada kalangan Bani Umaiyyah oleh pihak Bani Hasyim bukanlah suatu yang baru ketika itu kerana sebelum itu pun ayahanda kepada Aban iaitu Sayyidina Uthman bin Affan telah mengimamkan sembahyang jenazah bapa saudara Rasulullah SAW dan juga bapa saudara kepada Sayyidina Ali iaitu Abbas bin Abdul Mutalib.
(Al Bidayah Wa An Nihayah, jilid 2, ms 162, Al Isti’aab, jilid 3, ms 100).
Itulah sedikit daripada gambaran hubungan baik di antara Bani Umaiyyah dan Bani Hasyim. Mereka sebenarnya merupakan dahan-dahan dan ranting-ranting daripada pohon yang sama. Mereka telah bekerjasama dan berganding bahu dalam menegakkan dan menyebarkan Islam. Jikalau ada pun permusuhan di antara mereka , itu adalah permusuhan di zaman jahiliyyah tetapi setelah kedatangan Islam, api permusuhan yang bernyala-nyala di zaman jahiliyyah itu terpadam oleh limpahan cahaya Islam yang mencurah-curah yang turun dari Tuhan Semesta Alam.
Subscribe to:
Posts (Atom)